“Ajining raga saka busana”. Pepatah Jawa tersebut mencoba mengingatkan bahwa orang lain akan menghormati kita sesuai pakaian yang kita gunakan. Bahkan sebagian masyarakat mengatakan bahwa pakaian merupakan cara kita merepresentasikan emosi dan kepribadian, serta keingingan persepsi orang lain pada diri kita.
Sastra Nusantara yang sekarang berubah nama menjadi Sastra Jawa merupakan salah satu Prodi yang ada di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Melalui namanya, Prodi tersebut menjadi sarana seorang individu untuk mengetahui lebih banyak budaya yang ada di Nusantara. Melalui nama itu pula banyak para mahasiswa asing dari luar negeri yang berkeinginan mempelajari budaya Indonesia, mengambil salah satu atau beberapa mata kuliah di prodi ini.
Lebih dari sekedar mempelajari tentang keanekaragaman budaya, Prodi ini mencontohkan secara nyata melalui penggunaan busana Nusantara ketika berkuliah. Perubahan nama Sastra Nusantara menjadi Sastra Jawa bukan berarti hanya adat Jawa saja yang dipelajari, begitu pula pada pakaian adat yang dikenakan di kampus.
Pakaian adat Nusantara ini digunakan sebagai sarana mahasiswa menunjukkan identitas diri pada khalayak. Agenda ini merupakan program dari Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) yang mewajibkan mahasiswanya menggunakan pakaian adat Nusantara setiap hari Kamis minggu pertama tiap bulannya.
“Kita ini kan orang Indonesia, ya kita menunjukkan bahwa ini budaya kita, bukan hanya budaya Jawa tapi semua budaya yang ada di Nusantara”. Ungkap Abigail, salah satu mahasiswa Sastra Jawa yang juga menggunakan pakaian adat keraton.
Awalnya hanya program dari HMJ, namun mahasiswa mengapresiasi dengan menggunakannya secara kompak. Bila Anda masuk ke FIB maka akan tampak begitu mencolok perbedaan mahasiswa Sastra Jawa disbanding mahasiswa lainnya.
Ketika lainnya menggunakan pakaian kasual pada umumnya. Mahasiswa Sastra Jawa dengan idealisnya menggunakan kebaya, seperti sedang ada upacara kraton di UGM. Sebagian lainnya menggunakan pakaian adat Bali, seakan ada rombongan dari Bali yang mengunjungi kampus.
Menurut Sri ratna Sakti, ketua Prodi Sastra Jawa, pakaian adat yang dikenakan oleh mahasiswa akan secara langsung mempengaruhi perilaku mahasiswanya sedikit demi sedikit.
“Ya awalnya menggunakan celana, sekarang menggunakan selendang, Ketika berubah menggunakan selendang otomatis mahasiswa tidak gampang untuk jegeng kan mas” tambahnya.
Ke depannya, tradisi ini akan terus dilakukan sebagai perwujudan secara nyata sebuah Program Studi mengamalkan ilmu yang dipelajarinya di dalam perkuliahan. “teladan yang sesungguhnya bukan berasal dari kata-kata namun dari Tindakan nyata”. Harapannya mahasiswa beserta almamaternya mampu terus menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya milik ibu Pertiwi di bumi Nusantara. (Ahmad Romawi)
Dipublikasikan oleh : kintani.inagita.swasti
Dipublikasikan ulang oleh : haryountoro