Arsip 2024:
BeritaKegiatan MahasiswaMahasiswa Selasa, 17 Desember 2024
Yogyakarta, 14 Desember 2024 – Himpunan Mahasiswa Jurusan Keluarga Mahasiswa Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa (HMJ Kamastawa) Program Studi Bahasa. Sastra, dan Budaya Jawa melaksanakan musyawarah besar akhir tahun untuk membacakan seluruh lembar pertanggungjawaban (LPJ) dari acara yang telah dilaksanakan dalam periode tahun 2024/2025, penyepakatan Anggara Dasar Rumah Tangga (ADRT), dan penetapan ketua HMJ Kamastawa periode 2025/2026. Acara berlangsung di ruang 709 Gedung Soegondo mulai dari pukul 08.00 WIB hingga 17.00 WIB.
Acara dibuka oleh Nadiffa Setya (angkatan 2023) sebagai Master of Ceremony diikuti dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Hymne Gadjah Mada, dilanjutkan dengan sambutan oleh Ketua Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa Dr. Daru Winarti, M.Hum. dan Pembina Kamastawa, Imam Prakoso, S.S., M.A. yang menghadiri acara secara daring. Pembahasan LPJ dan ADRT dipimpin oleh Saktia Hidayah (angkatan 2022) sebagai pimpinan sidang satu, Haryo Untoro (angkatan 2022) sebagai presidium dua, dan Dhiny Maulina (angkatan 2022) sebagai notulis.
Pembahasan pertama dimulai dengan pembacaan lembar pertanggungjawaban (LPJ) beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan HMJ Kamastawa seperti Gugur Gunung, Abhiseka Kramasisya dan Temu Budaya Nusantara. LPJ dibacakan oleh ketua pelaksana dari masing-masing acara. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan LPJ masing-masing divisi HMJ Kamastawa, antara lain:
Acara dijeda dengan istirahat sholat dan makan siang. Dilanjutkan dengan pembahasan mengenai pemilihan ketua baru HMJ Kamastawa untuk periode 2025/2026. Terdapat tiga kandidat yang diajukan yakni M. Rafi Nur Fauzy, Fega Achillea Maydena, dan Dwiyan Teguh Darmawan, ketiganya merupakan mahasiswa Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa angkatan 2023. Ketiganya membacakan visi dan misi yang akan dipegang selama satu periode. Setelah pembacaan visi dan misi, memasuki sesi tanya jawab, setiap kandidat mendapatkan pertanyaan dari pimpinan sidang dan beberapa anggota HMJ Kamastawa. Kemudian dilanjutkan dengan sesi musyawarah, dengan adanya musyawarah seluruh peserta, maka ditetapkan Dwiyan Teguh Darmawan sebagai Ketua HMJ Kamastawa periode 2025/2026. Pembahasan penetapan ketua HMJ Kamastawa mengakhiri seluruh rangkaian acara Musyawarah Besar. Musyawar Besar ditutup dengan sesi dokumentasi foto bersama.
Musyawarah mengajarkan mahasiswa untuk bersosialisasi dengan sesama, bekomunikasi, dan mengutarakan pendapat. Diharapkan dengan adanya musyawarah ini, mahasiswa mampu belajar berorganisasi dengan baik dan menjalankan tanggung jawabnya.
BeritaKarya MahasiswaKegiatan MahasiswaSDGS Selasa, 10 Desember 2024
Di tengah rutinitas akademik yang padat, sejumlah mahasiswa Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa berhasil menorehkan prestasi luar biasa di bidang non-akademik. Mereka adalah anggota dari sebuah band bertajuk Band Wangoen yang baru-baru ini banyak mencuri perhatian dengan genre keroncong yang dibawakan. Band yang terdiri dari 7 mahasiswa ini telah menunjukkan dedikasi, kreativitas, dan semangat kerja tim yang tinggi. Band Wangoen memiliki arti “agar patut (dalam hal kebaikan)” diharapkan dengan nama ini Band Wangoen dapat menghibur dengan wangun pada setiap penampilannya.
Pada salah satu acara Universitas Gadjah Mada yakni Integrated Career Days yang diselenggarakan bulan November, Band Wangoen berhasil menyajikan penampilan yang indah. Membawakan lagu-lagu pop dengan aransemen keroncong membuat mereka tampil berbeda dengan yang lain. Pencapaian ini tidak hanya menunjukkan bakat mereka, tetapi juga kemampuan untuk mengelola waktu dengan baik antara kegiatan studi dan kegiatan non-akademik.
"Sebenarnya, kami semua memiliki jadwal kuliah yang padat, tetapi bermusik dan menjadi pelaku seni adalah hal yang menyenangkan untuk dilakukan. Kami belajar untuk mengatur waktu dengan baik, memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk berlatih, dan tetap fokus pada tugas akademik kami," ungkap Amtenaring Gulang, pemain alat musik cak sekaligus mahasiswa Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa angkatan 2022 yang menginisiasi pembentukan grup band tersebut, ia juga menambahkan bahwa tidak mudah mencari anggota grup yang memiliki ketertarikan terhadap musik keroncong dan berbakat untuk memainkan serta menyanyikan lagu-lagu berbahasa Jawa.
Genre keroncong dan lagu-lagu berbahasa Jawa yang dibawakan juga menunjukkan peran mahasiswa Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa dalam melestarikan budaya Jawa. Musik keroncong dan lagu Jawa menjadi musik yang langka didengar oleh generasi saat ini, sudah sepatutnya untuk dilestarikan dan dikenalkan agar eksistensinya tidak menurun. Salah satu tembang dolanan Jawa juga dibawakan diatas panggung, berjudul “Gethuk” lagu tersebut dinyanyikan dengan indah oleh sang vokalis Dian Patmisari. Tembang dolanan memiliki peranan penting dalam masyarakat Jawa terutama untuk anak-anak, secara tidak langsung isi dari tembang dolanan mengandung nilai moral dan kehidupan yang dapat menjadi pengajaran pembentukan karakter.
Penampilan Band Wangoen dalam acara Integrated Career Days
Selain tampil dalam Integrated Career Days 2024, Band Wangoen juga mendapatkan kesempatan untuk membawakan 8 buah lagu dalam acara Malam Alumni sebagai rangkaian dari Nitilaku 2024 yakni Dies Natalis Universitas Gadjah Mada ke-75 dan lustrum ke-15. Kali ini Band Wangoen menggaet Lala Atila, seorang sinden, penyanyi, sekaligus mahasiswa Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya angkatan 2021 sebagai vokalis. Suara merdu Lala Atila berhasil menciptakan suasana yang intim diantara para alumni Universitas Gadjah Mada yang hadir. Acara yang juga dihadiri oleh Basuki Hadimuljono, Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara ke-2 ini berjalan lancar dengan iringan hangat musik keroncong oleh Band Wangoen.
Penampilan Band Wangoen dalam Malam Alumni 2024
Keberhasilan Band Wangoen ini juga menunjukkan pentingnya keseimbangan antara akademik dan kegiatan non-akademik. Para anggota band tersebut membuktikan bahwa dengan manajemen waktu yang baik, mereka bisa berprestasi tidak hanya di dalam kelas tetapi juga di luar kelas. Diharapkan keberhasilan mereka menjadi contoh bagi seluruh mahasiswa untuk lebih aktif mengeksplorasi potensi diri dalam berbagai bidang. Dengan langkah yang semakin mantap, Band Wangoen menunjukkan bahwa dunia perkuliahan tidak hanya tempat untuk menimba ilmu, tetapi juga wadah untuk mengembangkan bakat dan meraih kesuksesan di berbagai aspek kehidupan.
BeritaKegiatan MahasiswaMahasiswaSDGS Senin, 9 Desember 2024
Dikutip utuh dari: hystoryana.blogspot.com
Filologi, sebagai kajian tentang naskah dan teks klasik, mempunyai peranan penting dalam menjaga warisan budaya dan sejarah suatu bangsa. Salah satu aspek yang menarik dalam filologi adalah upaya untuk memahami dan mengalih wahana naskah, yang berarti mentransformasikan naskah-naskah kuno dari format asli mereka ke bentuk-bentuk baru yang lebih mudah diakses dan dipelajari, seperti dalam bentuk cerita bergambar, kain batik, dan lain sebagainya.
Paleografi adalah disiplin ilmu yang mempelajari mengenai karakter tulisan-tulisan kuno yang ada pada naskah atau manuskrip. Sebagai ilmu yang mendukung peminatan Filologi, Paleografi menjadi mata kuliah wajib Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya.
Pada hari Jumat, tanggal 6 Desember 2024 Program Studi Bahasa, Sastra dan Budaya Jawa menggelar pameran alih wahana yang diinisiasi oleh dosen pengampu mata kuliah Filologi, Dr. Sri Ratna Saktimulya M.Hum,. dan Dr. Arsanti Wulandari M.Hum,. Pameran alih wahana ini melibatkan mahasiswa Magister Sastra dalam mata kuliah Filologi dan S1 Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa untuk mata kuliah Paleografi. Pameran filologi "Mengalih Wahana Naskah" bertujuan untuk memperkenalkan kepada publik mengenai pentingnya naskah-naskah kuno dalam pembentukan sejarah dan budaya Indonesia. Naskah-naskah tersebut tidak hanya berfungsi sebagai dokumen sejarah, tetapi juga sebagai sarana pemahaman nilai-nilai luhur dan kebijaksanaan yang diwariskan oleh leluhur kita. Pameran ini juga menggali bagaimana naskah-naskah tersebut bertransformasi dari bentuk tulisan tangan menjadi suatu tulisan bergambar yang lebih menarik maupun kain batik yang dapat dikenakan. Menjadi sarana untuk mengenalkan kepada masyarakat bahwa naskah kuno bukan hanya sekadar dokumen teks, tetapi juga karya seni yang mengandung nilai estetik tinggi.
Mahasiswa Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa dalam Pameran Alih Wahana
“Sangat senang bisa menyelenggarakan pameran ini, sebelumnya kita yang angkatan 2023 diminta untuk membatik kain, lalu akan dipamerkan pada hari ini, seru bisa mencoba membatik kain dan sekaligus mendapatkan nilai Ujian Akhir Semester” ungkap Dwiyan Teguh, salah satu mahasiswa Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya.
Pameran ini memamerkan kain-kain batik yang sebelumnya telah dibuat oleh mahasiswa Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa dalam workshop Alih Wahana. Kain batik selempang panjang tersebut ditulis berdasarkan minat setiap mahasiswa. Terdapat 3 aksara yang dapat dipilih untuk menuliskan kalimat proposisi yang sudah dibuat. Aksara Jawa, Aksara Pegon, dan Aksara Bali, masing-masing memiliki keunikan dan keindahannya sendiri. Dr. Arsanti Wulandari M.Hum,. mengungkapkan bahwa projek ini akan diambil nilainya sebagai pemenuhan Ujian Akhir Semester mata kuliah Paleografi tahun 2024. Terdapat pula cerita bergambar yang dibuat oleh mahasiswa Magister Sastra.
Mahasiswa Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa Membatik Kain untuk Pameran Alih Wahana
Diharapkan dengan adanya pameran Filologi: Alih Wahana ini mampu mengenalkan masyarakat awam terhadap eksistensi Filologi sebagai ilmu yang bermanfaat untuk kehidupan. Naskah-naskah kuno dapat diserap pelajarannya dengan ilmu Filologi untuk bekal untuk kehidupan kini dan masa depan. Selain itu, pameran ini menjadi salah satu cara untuk melestarikan naskah kuno dalam kebudayaan Jawa.
BeritaKegiatan MahasiswaMahasiswaSDGSWorkshop Senin, 9 Desember 2024
Dalam rangka mengenalkan sesajen pada mahasiswa Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa dan melestarikan budaya Jawa, Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa menggelar workshop yang mengangkat tema sesajen Jawa, sukses digelar pada Rabu, 4 Desember 2024. Workshop ini dihadiri oleh dosen pengampu mata kuliah tata cara R. Bima Slamet Raharja, S.S. M.A., dan Dr. Rudy Wiratama, S.I.P. M.A., serta mahasiswa Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa angkatan 2023, yang antusias untuk mendalami lebih jauh makna-makna sesajen dalam tradisi Jawa. Narasumber yang dihadirkan adalah seorang penggiat budaya yang memiliki pengetahuan sangat luas terhadap sesajen, Faizal Noor Singgih, S.T.P. menjelaskan bermacam-macam jenis sesajen dan makna simbolisnya.
Masyarakat Jawa kebanyakan memaknai sebuah benda sebagai simbol, salah satunya adalah sesajen yang digunakan sebagai salah satu bentuk persembahan yang biasanya digunakan dalam upacara adat atau ritual spiritual, memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Jawa. Inti dari sesajen adalah sebagai simbol ngawruhi atau memberi pengingat terhadap roh leluhur, alam, atau sebagai bentuk syukur dan doa atas berkah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Workshop yang diadakan ini bertujuan untuk mengenalkan pentingnya tradisi sesajen dan bagaimana cara pembuatan yang benar sesuai dengan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Para peserta workshop diberikan kesempatan untuk langsung melihat berbagai macam sesajen dengan maknanya masing-masing. Dalam penjelasan narasumber, Faizal Noor Singgih, S.T.P., mengatakan, “Melalui workshop ini, kami berharap mahasiswa dapat lebih memahami esensi dari sesajen, bukan hanya sebagai benda yang digunakan dalam ritual, tetapi juga sebagai bagian dari warisan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan, karena masyarakat Jawa itu sangat percaya dengan simbol-simbol, salah satunya ya sesajen ini digunakan untuk unjuk doa dan rasa syukur.”
Setiap jenis sesajen memiliki makna tersendiri. Sesajen yang terbuat dari bahan-bahan alami seperti bunga, buah, nasi, dan daun memiliki simbolisme yang mendalam, mencerminkan keharmonisan manusia dengan alam sekitar. Narasumber menerangkan mengenai berbagai macam sesajen dan makna yang ada didalamnya. Salah satu sesajen yang setidaknya disediakan ketika upacara adat yakni pisang sanggan yang berupa pisang jenis raja berjumlah 1 tangkap. Sanggan berasal dari kata “sangga” yang berarti penyangga atau menyangga yang dimaknai sebagai dasar dari segala rangkaian upacara. pisang sanggan biasanya dilengkapi dengan uang koin yang bermakna doa kepada Tuhan memohon untuk melengkapi segala hal jika ada sesuatu yang kurang dan terdapat juga bunga mawar sebagai simbol wewangen atau pengharum untuk para leluhur.
Pisang sanggan dengan bunga dan uang koin
Selain pisang sanggan, salah satu bentuk sesajen yang sering disajikan adalah tumpeng robyong yang berupa nasi gurih dan beberapa lauk pauk yang melengkapi. Tumpeng robyong sangat identik dengan telur, bawang merah, dan cabai merah yang ditusuk menjadi satu kesatuan. Tumpeng ini berfungsi sebagai simbol kesuburan, kesejahteraan, dan keselarasan antara manusia dan alam. Biasa disajikan dalam acara-acara bahagia seperti hajatan, tumpeng robyong diharapkan dapat menjadi simbol bahwa sang pemilik hajat berharap agar segala acara berjalan lancar dan dibantu oleh banyak orang. Penggunaan nasi gurih dalam tumpeng ini menyimbolkan masyarakat Jawa untuk senantiasa mengingat Nabi Muhammad SAW.
Wujud tumpeng robyong
Faizal Noor Singgih, S.T.P. juga menambahkan bahwa “desa mawa cara, negara mawa tata” jadi setiap daerah pasti memiliki perbedaan bentuk dan isi sesajennya. Sesajen tidak dimaknai sebagai sesuatu hal yang mengarahkan kepada ke-musyrik-an. Namun, mengajarkan masyarakat Jawa bagaimana menyimbolkan sebuah doa dan memaknainya.
Salah satu peserta workshop, Bagus Ulinnuha, mengungkapkan bahwa banyak hal baru mengenai makna-makna sesajen secara lebih mendetail berkat workshop ini. “Saya baru tahu bahwa setiap elemen dalam sesajen itu punya makna yang sangat dalam. Sangat beruntung bisa mendapatkan kesempatan mengikuti ini,” ujarnya.
Penjelasan dari narasumber: Faizal Noor Singgih, S.T.P.
Pelestarian tradisi sesajen ini dianggap penting, mengingat semakin banyak generasi muda yang mulai teralienasi dari akar budaya mereka. Workshop ini diharapkan dapat menjadi titik awal bagi masyarakat untuk lebih menghargai warisan budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang dan menghapus stigma negatif mengenai sesajen. Diharapkan dengan adanya workshop ini masyarakat Jawa terutama generasi muda mampu memahami lebih mendalam mengenai pemaknaan simbol-simbol yang telah diturunkan oleh nenek moyang dan dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.